Kepala Bappeda Buol : Urusan Stunting Harus Dipacu dan Diborong Bersama

Daerah2991 Dilihat

BUOL, PIJARSULTENG.COM – Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah dan Penanaman Modal (Bappeda PM) Kabupaten Buol, Ir. Ibrahim Rasyid, mengatakan kegiatan percepatan penurunan stunting harus dipacu dan diborong sama-sama.

“Mari sama- sama kita mengeroyok stunting di Kabupaten Buol dibantu provinsi. Yang kita lakukan ini hanya pencegahan. Oleh karena itu melalui upaya rencana aksi, pemerintah menargetkan untuk menurunkan angka prevalensi stunting menjadi 14 %. Khusus di Kabupaten Buol menurut data SSGI tahun 2021 masih sebesar 28,6 %”, ujar Ibrahim ketika menjadi Narasumber dalam kegiatan Advokasi dan KIE tentang Promosi dan Pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) bagi mitra kerja dan Pemangku Kebijakan Daerah, Jumat (15/7/2022).

Baca jugaAsisten II Touna : Sukses Turunkan Stunting Harus Hilangkan Ego Sektoral

Kegiatan yang berlangsung di Kantor Bappeda PM Kabupaten Buol menghadirkan peserta yang terdiri dari Camat, Lurah/ Kepala Desa, Tim Penggerak PKK, Bidan, Dinas Kesehatan, Bappeda, dan Perwakilan OPD KB Kabupaten Buol.

Di Kabupaten Buol ada 15 desa yang menjadi lokus stunting. Ibrahim mengemukakan bahwa permasalahan yang sering didapatkan masih kurangnya kesadaran masyarakat khususnya ibu hamil dan ibu yang memiliki baduta dan balita untuk memeriksakan diri dan memantau tumbuh kembang anak ke posyandu.

“Di tingkat desa ada Tim pendamping keluarga. Mereka ini bertugas mendampingi 4 kriteria yang beresiko menghasilkan anak stunting yaitu ibu hamil, ibu menyusui, ibu yang punya baduta dan balita, serta calon pengantin,” ujar Ibrahim.

Baca jugaBKKBN: Cegah Stunting dengan Maksimalkan Kebun Halaman Rumah

“Jadi pak camat dan pak kades kalo ada calon pengantin didata dulu ya, discreening. Kalo dia berpotensi melahirkan anak stunting ditangani dulu sebelum dinikahkan. Misalnya kalau umurnya masih 17 tahun jangan dulu dinikahkan, yah kecuali terpaksa. Menikah itu tidak dilarang, yang penting berada pada kondisi ideal. Demi kebaikan bersama,” tegas Ibrahim.

Pada peserta lintas sektor kepala bidang pengendalian penduduk dan KB, Wahidah,  S.Kep.NS mengatakan bahwa pada musyawarah desa mohon kepala desa dan camat untuk mendengar suara TPKnya karena mereka bertugas mendampingi warganya.

“Pak kades, kalo misalnya TPK bilang mereka mau lakukan penyuluhan. Jangan ditahan anggarannya pak. Tolong pemdes fasilitasi. Setiap kades harus mengetahui berapa keluarga yg beresiko stunting. Pemberian bantuan pada keluarga beresiko stunting juga harus tepat sasaran”, ujar Wahidah  ketika didapuk menjadi narasumber dengan Materi Pengasuhan 1000 HPK untuk pencegahan stunting.

Kepala Desa Pajeko, Harsono Ajada, mengatakan bahwa aksi ini butuh kesepakatan semua leading sektor.

“Bagi penerima bantuan PKH yg tidak aktif di pertemuan posyandu kami konfirmasi ke dinas mohon ditahan pemberiannya. Penerima PKH yang tidak aktif datang posyandu hapus namanya. Agar berpengaruh terhadap keaktifan mereka untuk datang,” ujar pak kades.

Hal ini dibenarkan oleh Wahidah bahwa benar ada desa dimana masyarakatnya kalo bayi sudah umur 9 bulan dan telah di imunisasi campak, sudah tidak mau lagi datang ke posyandu.

“Bagaimana Ibu hamil dan badutanya bisa terpantau kalau tidak datang posyandu. Kebiasaan masyarakatnya nanti didatangi oleh petugas kesehatan baru mau diperiksa. Kasian petugas kalau harus mendatangi satu persatu dengan membawa peralatan faskes apalagi kalau masih pake timbangan kopra,” ujar Wahidah. SAH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *