Hasil RDP Komisi II DPRD Parimo, Aktivitas Pengelolaan Pertambangan di Buranga Perlu Dihentikan Sampai Ada Kesesuaian WPR di Parimo

Parigi185 Dilihat
iklan

PARIMO, PIJARSULTENG.COM– Hasil Rapat Dengar Pendapat ( RDP) Komisi II DPRD Parimo, terhadap polemik izin pertambangan rakyat (IPR) Buranga Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong (Parimo). Aktivitas Pengelolaan Pertambangan di desa itu, perlu dihentikan kesesuaian Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Parimo.

Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat ( RPD) yang digelar Senin (10/2/2025).

Baca Juga : Komisi III DPRD Parimo Hasil RPD, Minta IPR Buranga Ditinjau Kembali. 

Dan dibenarkan Wakil Ketua Komisi II DPRD Parimo, Mohammad Fadli saat dimintai keterangan usai RPD digelar.

Fadli mengatakan, Komisi II DPRD Parimo, tidak melarang atau menghalangi proses yang telah berjalan,  apalagi sudah  memiliki dasar hukum dan telah disahkan dari pihak Kementerian.

Hanya saja, tutur Fadli lembaga DPRD Parimo harus tegas dalam hal ini, sebab lembaga DPRD merupakan representasi masyarakat, sehingga perlu dijelaskan secara detail dan dilengkapi pembuktian.

Makanya pihaknya sengaja menghadirkan semua stakeholder terkait, agar semua pihak dapat mengetahui secara jelas polemik pemberian IPR Buranga tersebut.

” Hasil RPD disepakati dalam pelaksanaannya mesti ditunda dulu hingga jelas kesesuaian ruangnya dlm ketentuan WPR di Parimo” Jelas Fadli.

Baca jugaPolemik Pertambangan Tanpa Ijin, Polda Sulteng : Harus ditangani Secara Komprehensif

Disinggung , mengapa harus dihentikan. Dianggap   ada prosedur yang tidak bisa di per perlihatkan apalagi OPD yang bersangkutan pun tak bisa memberikan penjelasan akurat tentang mekanisme pemberian IPR Buranga.

” Kita hanya menunggu kesesuaian sehingga Pertambangan itu terhenti sambil menanti kesesuaian IPR dan WPR karena ada kejanggalan dalam konfirmasi pada dinas SDM provinsi Sulteng tahun 2021 tentang permintaan lokasi dan data pendukung WPR Parimo, saat diungkap bagian hukum kronologis terbitnya IPR di Buranga.”

“Dimana  Perda RTRW ditetapkan tahun 2020 dan tidak memasukan wilayah Ampibabo sebagai WPR Namun di tahun 2021 Pemda menerbitkan surat yg menyatakan kesesuaian wpr di kec. Tersebut sehingga gub. Menandatangani pengusulan ke kementrian ESDM dan terbitnya IPR Buranga.”jelas Fadli melalui Warshapp.

Selain itu keberpihakan kepada warga yang berada di sekitar belum jelas azas manfaatnya.

” Azas manfaat untuk masyarakat kita, perlu diperjelas bersama, termasuk segala risiko atas penyelenggaraan tersebut, karena bagaimana pun proses pertambangan akan memiliki dampak lingkungan yang harus diantisipasi,” paparnya.

Baca JugaTambang Ilegal, di Buranga  Tahun 2021 Pernah Menelan Korban Jiwa Apakah Mau Terulang Kembali? 

Maksud RDP digelar, tidak lain untuk meminta penjelasan terkait kesesuaian tata ruang pada 2021, yang diklaim telah memenuhi segala ketentuan. Ironisnya ujar Fadli , pihaknya tidak melihat peran Pemerintah Daerah (Pemda) Parimo dalam terbitnya tiga IPR di Desa Buranga.

Sebelumnya hasil RPD Komisi III DPRD Parimo pun IPR minta ditinjau pasalnya, tidak terdapat selembar pun surat Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Tata Ruang (PKKPR), yang diterbitkan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP).

Fadli merinci secara detail penjelasan, dalam pasal 31 ayat 1 Perda RTRW Kabupaten Parigi Moutong tahun 2020-2040, tidak memuat Kecamatan Ampibabo sebagai wilayah usaha pertambangan.

Kemudian, dalam pasal 31 ayat 3 yang mengatur cakupan wilayah pertambangan dalam RTRW Kabupaten Parigi Moutong seluas 13.992 hektare, juga tidak memuat nama Kecamatan Ampibabo.

Sementara, telah diterbitkan tiga IPR di Desa Buranga yang notabene berada di wilayah Kecamatan Ampibabo.

Fadli pun meminta agar pelanggaran Perda tersebut jangan dibiarkan berlarut-larut sebab bakal berdampak dikemudian hari.

Apabila tiga IPR telah diloloskan di Desa Buranga, bisa memberikan contoh kepada yang lainnya sehingga bisa menciptakan peluang bagi koperasi lain, yang kemungkinan memiliki pihak ketiga dari luar daerah dalam menjalankan aktivitas pertambangan di Kabupaten Parimo

“ Sebab dalam mendirikan sebuah koperasi perlu memiliki modal yang lebih besar. Kalau tidak salah sekitar Rp5 miliar. Manakala tidak diatur dengan baik, yakin dan percaya pemodal akan mengambil label koperasi IPR, hasil alam kita akan diangkut keluar,” beber Fadli.

DPRD disini, memang perlu tegas dalam hal ini sebab tupoksinya sebagai pengawas Perda. Olehnya selalu minta tanggapan dari OPD terkait seperti DisKopUM dan Bagian Kumbang terkait terbitnya IPR

“Jika kita mengacu pada posisi di mana Pemda sebagai penegak Perda, dan DPRD pengawas pelaksanaannya, meminta tanggapan dari DisKopUKM, dan Bagian Kumdang terkait terbitnya IPR ini,” tanya Fadli ke forum RDP.

Selain tidak tercantum dalam kawasan pertambangan. Hal yang sama Ketua Komisi II DPRD Parimo, Ahmad Arifin menegaskan, Kecamatan Ampibabo masuk dengan Perda Nomor 4 tahun 2023 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

“ Sambil menanti kejelasan tindak lanjut dari provinsi.  Saya tidak mau berpanjang lebar, jika Perda dilanggar, otomatis tidak bisa kita bicara aturan. Sudah jelas-jelas Kecamatan Ampibabo tidak ada dalam Perda RTRW sebagai kawasan pertambangan.Jadi betul aktivitas Pertambangan di Buranga dihentikan dulu,” tegas Arifin.

Rapat tersebut di Pimpin Ketua Komisi II DPRD Parimo, Ahmad Arifin dg Malewa, OPD DisKopUKM, bagaian hukum perundang – undangan (Perkundang) Setda Parimo, dan Dinas PMPTSP. YUN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *