PARIMO. PIJAR SULTENG.COM– Kegiatan Tambang di Parigi Maotong ( Parimo) termasuk desa Buranga masih dalam peninjaun untuk kesesuaian RTRW sehingga perlu di stop.
Hal itu dikemukakan Kepala Bidang (Kabid) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Parimo, Idrus via warshapp, Jumat (21/2/2025).
Disinggung terkait hasil pertemuan di salah satu hotel di Palu, dirinya mengatakan jika masih banyak dokumen yang perlu diperbaiki sebelum kegiatan penambangan bisa berjalan.
Ia menekankan bahwa bukan hanya aktivitas penambangan, tetapi seluruh kegiatan lainnya juga tidak dapat berjalan tanpa izin resmi dari pihak berwenang.

“Artinya, semua kegiatan sebelum ada izin tidak bisa berjalan, isi dokumen masih banyak yang harus diperbaiki, termasuk tata penambangan. Kegiatan penambangan belum bisa berjalan jika izinnya belum keluar,” ujar Idrus, Kamis (21/2/2025).
Lebih lanjut, Idrus menjelaskan bahwa DLH Kabupaten Parimo, hanya memiliki kewenangan sebatas pemantauan, sementara keputusan penuh terkait izin berada di Pemerintah Provinsi Sulawesisi
*Tiga Koperasi Sudah Kantongi Izin*
Terkait izin tambang di wilayah Buranga, Idrus menegaskan bahwa harus ada pemilahan.
“Di Buranga, ada tiga koperasi yang izinnya sudah keluar, sementara yang kemarin dibahas adalah tujuh koperasi lainnya,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa tiga koperasi yang telah mengantongi izin resmi tinggal menunggu pengawasan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dalam operasionalnya.
“Kalau ada pihak yang masih keberatan dengan keluarnya tiga izin IPR tersebut, ada jalurnya, yaitu menggugat prosedur penerbitan izin di PTUN,” pungkasnya.
*Pakar Lingkungan: Tambang Harus Sesuai RTRW dan Amdal*
Sementara itu, Ketua Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Tadulako (Untad), Prof. Dr. Muhammad Nur Sangaji, DEA, menegaskan bahwa tambang yang belum memiliki kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus dihentikan karena melanggar aturan.
“Sebelum tambang beraktivitas atau melakukan pengelolaan, perlu dituntaskan dokumennya, seperti kesesuaian dengan RTRW dan Amdalnya. Jika itu belum ada, segala sesuatu harus dihentikan karena melanggar aturan,” jelas Prof. Nur Sangaji.
Ia juga menyoroti bahwa dokumen Amdal belum ditinjau dari aspek Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), yang merupakan dokumen wajib bagi pelaku usaha yang tidak berdampak besar terhadap lingkungan.
“Kenapa harus ada Amdal? Karena di dalamnya ditinjau UKL-UPL yang bertujuan mendapatkan izin lingkungan, menjaga lingkungan hidup, mengurangi potensi kerusakan lingkungan, menjamin pengelolaan yang baik, serta menjalankan usaha secara berkelanjutan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan,” terangnya.
Prof. Nur Sangaji menekankan bahwa semua aspek ini harus diperhatikan agar tidak merugikan masyarakat dan lingkungan sekitar. ***