Warga Petobo Berusaha Kokoh Pasca Bencana Gempa Palu

Daerah, Palu, Uncategorized1521 Dilihat

TIDAK ada seseorang pun yang hidup di muka bumi ini, menghendaki terjadinya suatu musibah. Namun, jika musibah itu datang menghampiri makhlukNya mau tak mau, harus dihadapi karena itu sudah menjadi takdirNya.

Laporan : Syahnia Amanda YL

KISAH pilu yang dihadapi warga Petobo Kecamatan Palu Selatan dalam melanjutkan kehidupan kedua, setelah selamat dari maut. Banyak dari mereka mengalami depresi karena kehilangan keluarga (sanak saudara), harta benda khususnya pegawai swasta, pengusaha dan petani kehilangan pekerjaan akibat bencana gempa bumi yang terjadi medio 28 September 2018.

Baca Juga : Tak Kunjung Dibenahi Pemkot Palu, Warga Petobo Perbaiki Jalan Rusak Secara Swadaya

Bencana tidak hanya menghancurkan harta benda, tetapi juga menelan lebih dari 2.000 jiwa serta memaksa puluhan ribu warga mengungsi. Gempa bumi bermagnitudo 7,4 mengguncang Kota Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala). Gempa yang dialami warga Pasigala bukan hanya tsunami tapi terjadi pula likuifaksi yang telah memorakporandakan Wilayah Pasigala.

Tenda.- Jejeran tenda yang dibangun relawan di lokasi Ngata Baru, Foto : Arsip Syahnia, PijarSulteng.COM
Tenda.– Jejeran tenda yang dibangun relawan di lokasi Ngata Baru, Foto : Arsip Syahnia, PijarSulteng.Com

Banyak warga yang mengungsi di tenda – tenda pengungsian. Bantuan dari relawan  disejumlah provinsi diseluruh wilayah Indonesia  dan Negara China, Swedia  Negara ASEAN lainnya dipusatkan di Ngata Baru bagi warga Petobo. Lurah Petobo, Alfin Hi Ladjuni mengatakan jumlah tenda yang dibangun sebanyak 300 unit untuk tempat tinggal pengungsi sembari menunggu penyelesaian pembangunan Hunian Sementara (Huntara).

Tenda.- Salah satu tenda yang dibangun TNI bersata ITB di Pengungsian Ngata Baru. Foto : Arsip Syahnia. Pijar Sulteng.com

“ Itu pun tidak lama tinggal di tenda pengungsian karena pemerintah melakukan gerakan cepat dengan   mengeluarkan kebijakan yang membawa angin segar bagi pengungsi khususnya yang tinggal di tenda pengungsian.  Alhasil pembangunan hunian sementara (Huntara) pun berjalan lancar, agar masyarakat tidak lagi tinggal di tenda yang sangat terbatas kondisinya, ” jelas Alfin, Lurah Petobo

Wisisata liquifaksi sengata dibangun plan agar bisa menjadi sejarah bagi generasi selanjutnya. Foto : arsip syahkinia. PijarSulteng.com
Plan Wisata,- Wisata liquifaksi sengata dibangun plan agar bisa menjadi sejarah bagi generasi selanjutnya. Foto : arsip syahkinia. PijarSulteng.com

Selang sebulan paska gempa Huntara pun sudah terbangun karena banyak dari provinsi tetanggga yang datang membantu seperti huntara yang dibangun dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng) sebanyak 104 unit sehingga warga cepat teratasi dalam hal pemenuhan menginapnya.

Salah satu warga yang berada di tenda 212 Ngata Baru, Moh Rudy (51) salah seorang penyintas yang awalnya bekerja sebagai penjaga gudang Kakao di Petobo telah kehilangan keluarga dan tempat tinggalnya yang berada di Jalan Soeharto. Bersyukur karena sudah bisa menikmati Huntara.

Tanah Amblas,-Di bagian Selatan Petobo yang berada 50 meter dari stadion olahraga Petobo. Foto : Arsip Syahnia. PijarSulteng. Com

“Kami ada beberapa orang yang tinggal di Huntara Petobo ini, kami saling bahu membahu meskipun hidup dengan keterbatasan mulai dari air bersih yang harus digilir belum listris yang dibatasi. Bukan hanya itu  hidup tidak tenang meskipun banyak bantuan dari pemerintah dan warga yang dermawan namun bukan  itu dirinya kehendaki.” Jelas Moh Rudy

Baca JugaKerangka Mayat Diduga Korban Likuefaksi Ditemukan di Petobo Palu

Dirinya saat ini, jadi pengangguran dan merasa tak berdaya karena terkesan menunggu bantuan padahal hati ini sangat ingin membantu warga setempat yang membutuhkan setidaknya bisa membantu. “Inginnya saya bisa mendapatkan pekerjaan kembali agar bisa kembali menghidupi keluarganya yang tersisa. ” kata Rudi ditemui di Huntara Petobo, Selasa (20/6/2023).

Dampak bencana dahsyat itu, dirinya bersama sebagian warga Petobo beralih profesi memungut puing-puing bangunan yang masih bernilai ekonomis. Puing-puing kemudian dijual dan hasilnya digunakan untuk bertahan hidup.

” Benar, banyak warga terpaksa mengambil barang-barang bekas di bawah rerutuhan bangunan seperti besi-besi bangunan bahkan atap seng yang sudah berserakan di tanah dijual dengan harga Rp 15 ribu hingga Rp 25 ribu per lembar,” kata Rudi diaminkan Abdul Naim (49) yang juga Ketua RT 1/RW 5 Kelurahan Petobo.

”Dengan bahan material seadanya, sebagian warga sudah mendirikan tempat tinggal mereka untuk jangka pendek menunggu kepastian pembangunan hunian tetap (Huntap) dari pemerintah, lokasi pengungsian ini gersang sehingga jika siang hari hawanya sangat panas,.’ Jelas Rudi

Tapi demi untuk bertahan hidup harus mampu menjalankan aktifitas untuk mengumpulkan pundi – pundi rupiah kembali.

Berbeda dengan Abdul Naim (49) pun merasakan bagaimana suka duka paska gempa meskipun kini sudah tinggal di Huntara namun tak lantas bisa begitu saja merasa nyaman karena dirinya bersama warga lainnya masih harus berjuan untuk menopan kehidupan berkepanjangan. Saat ini banyak warga yang telah mendapatkan bantuan rumah dalam Rekon dana stimulant atau bantuan rumah tahan gempa. Meskipun cukup lama menanti .

“ Lumayan saya menanti hampir 3 tahun baru mendapatkan bantuan Rumah Anti Gempa dan yang lainnya mendapatkan bantuan stimulan karena banyak jumlah warga yang hidup dipengungsian sehingga masih banyak yang masih hidup di Huntara sambil menanti bangunan Huntap selesai di bangun,” papar Naim.

Model salah satu unit huntap Petobo.Foto : Istimewa
Model Huntara.- Salah satu unit huntap Petobo.Foto : Istimewa

Saat ini tak sedikit dalam satu keluarga yang kini hidupnya sebatang kara. Contohnya Herman (40) yang kesehariannya sebagai pemilik bengkel, saat kejadian semua anggota keluarganya termasuk istri dan kedua putrinya sedang berada di rumah dan sampai saat ini tidak ditemukan mayatnya, sebab rumah dengan segala isinya sudah hilang ikut dengan amblasnya tanah. Dan Herman sendiri kala terjadi liquifaksi, selamat karena sedang berbelanja sparepart kebutuhan bengkelnya yang dibangun sejak tahun 2017. Saat itu, kebetulan posisi bengkel juga berada di rumah lokasinya di Jalan Soeharto ikut hilang tanpa bekas. Hidupnya karut marut, jangankan untuk melanjutkan usahanya untuk bertahan hidup pun tak berdaya. Membuka mata saja serasa sulit karena selalui dihantui rasa bersalah.

Akhinya pengangguran pun menghimpit kehidupannya. Namun, dengan izinNya, tiga tahun tak berdaya, Tiba- tiba melihat seorang pengemis yang sangat dikenalnya. Tadinya orang itu adalah pemilik sebuah Toko Bangunan yang berada di bilangan Jalan Soeharto tapi siapa sangka orang itu jadi pemulung untuk mempertahankan hidupnya. Herman pun terpanggil untuk bangkit kembali.

Baca Juga559 Unit Huntap Dibangun di Kelurahan Talise Palu

“ Astaga selama ini saya terlalu banyak mengeluh atas sebuah kejadian. Padahal masih banyak orang yang lebih parah dari dirinya. Akhirnya saya mulai mencari jalan keluar dari belenggu keterpurukan yang sedang dihadapinya ,” jelas Herman sambil tarik nafas lega.

Didorong untuk bangkit kembali semangat pun kian berapi – api meskipun modal usaha sudah tidak ada lagi. Namun, semangat itu menjadi suatu power agar bisa bangkit kembali pasca gempa palu melanda, sehingga Herman berusaha menghubungi keluarganya agar bisa meminjam modal usaha.

Meskipun modal itu di dapat dari patungan beberapa keluarganya yang ada di Kabupaten Bone – Sulawesi Selatan (Sulsel) akhirnya dirinya kini sudah bisa membangun kios warung yang berada di bilangan Jalan Dewi Sartika.

Begitu halnya dengan Fatmawati (45) warga setempat yang sebelumnya sebagai pedagang kios barang campuran, mengatakan dirinya tidak lagi memiliki modal untuk membangun usahanya. Karena, harta bendanya habis diterjang lumpur. Fatmawati mengaku tidak bisa berbuat banyak.

“Saya hanya bisa bersabar. Kondisi kami tinggal di Huntara Petobo sambil menunggu hunian tetap dari pemerintah, ” tuturnya.

Tapi dirinya tidak bisa hanya menunggu uluran bantuan para dermawan karena harus tetap menjalani hidupnya dengan berusaha mengais rejeki menjadi buruh cuci. “Alhamdulillah setiap pekan saya bisa mengumpulkan upah hasil cuci pakain dengan menabung di Tabungan dan kini bisa membuka kios di depan huntap seadanya,” jelas Fatma, ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *