JAKARTA – Perjalanan tahun 2022 akan segera berakhir dalam hitungan beberapa hari lagi. Banyak langkah dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi pasca melandainya Covid-19. Munculnya konflik geopolitik internasional antara Rusia dan Ukraina, telah menimbulkan krisis baru dan meningkatnya risiko ketidakpastian bagi perekonomian global. Sampai dengan akhir tahun 2022, perekonomian Indonesia mampu menghadapi tiga jebakan krisis yang melanda dunia internasional. Antara lain, inflasi tinggi, suku bunga meningkat dan pertumbuhan ekonomi yang melambat (stagflasi).
Hal ini disampaikan Muhidin M Said, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI tentang catatan ekonomi Indonesia selama tahun 2022, yang diterima redaksi. Perekonomian nasional sampai dengan triwulan III-2022 secara meyakinkan mampu tumbuh lebih tinggi dari ekspektasi banyak pihak. Pada TW I, sebutnya tumbuh sebesar 5,02 persen, TW II tumbuh 5,45 persen dan TW III tumbuh 5,72 persen. ”Bahkan hingga akhir tahun 2022, pertumbuhan ekonomi nasional sudah berada di atas pertumbuhan ekonomi sebelum pandemi Covid-19,” ulasnya.
Menurut Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar ini, kondisi tersebut tentu tidak bisa dilepaskan dari kinerja ekspor-impor komoditas unggulan Indonesia. Bahkan nilai ekspor Indonesia periode Januari–November 2022 mencapai US$ 268,18 miliar atau naik 28,16 persen dibanding periode yang sama tahun 2021. Sementara ekspor non-migas mencapai US$ 253,61 miliar atau naik 28,04 persen. Lebih jauh Muhidin mengatakan, kebijakan Pemerintah dan BI dalam menjaga inflasi juga patut diapresiasi. Di tengah tingginya ancaman inflasi secara persisten akibat terjadinya disrupsi supply energi dan bahan makanan yang disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina, Pemerintah bahkan mampu menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat, sehingga terjaga dari ancaman inflasi yang tinggi. Sampai dengan bulan November 2022, inflasi umum sebesar 5,42 persen year on year (yoy). Ini disumbang oleh, komponen diatur oleh Pemerintah 13,01 persen, komponen bergejolak sebesar 5,70 persen dan inflasi inti 3,30 persen.
Bahkan Bank Indonesia (BI) mencatat, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada bulan November masih tinggi sebesar 119,1. Terkendalinya inflasi nasional menurutnya tentu tidak bisa dilepaskan dari kerjasama semua pihak. Termasuk pemerintah daerah, melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN TURUN
Muhidin mencatat pada tahun 2022, pemerintah berhasil mengerek kesejahteraan rakyat ke angka yang signifikan. Ini terlihat dari jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta jiwa atau sekitar 9,54 persen turun dibandingkan periode yang sama tahun 2021 sebesar 27,54 juta jiwa atau sekitar 10,14 persen. Selain itu jumlah pengangguran juga mengalami penurunan per Agustus 2022 terdapat pengangguran sebanyak 8,42 juta orang atau 5,86 persen. ‘Angka ini turun jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sebesar 9,10 juta orang atau setara dengan 6,49 persen. ”Hal ini menunjukkan setahun terakhir, terjadi pemulihan ekonomi secara signifikan. Ekonomi berputar, lapangan pekerjaan mulai dibuka kembali. Ini tidak bisa dilepaskan dari kebijakan dibukanya pembatasan secara bertahap dan vaksinasi yang merata keseluruh negeri, sejalan dengan semakin melandainya dampak Covid-19,” tambah Muhidin.
Harapannya, perekonomian nasional tahun 2023 akan benar benar pulih. Ia menambahkan, walaupun sudah menunjukkan kinerja yang baik, harus tetap harus waspada dengan segala bentuk ketidakpastian yang muncul. Dunia menurutnya, masih diliputi ketidakpastian yang tinggi. Pada saat yang sama windfall profit yang kita dapatkan dari tingginya harga komoditas, mungkin akan mulai menurun. ”Mitigasi risiko yang kita lakukan, baik dari sisi fiskal maupun moneter antar pemangku kepentingan perlu tetap dijaga harmoniasainya,” harapnya. (hfs)