JAKARTA. PIJARSULTENG. COM, – Beberapa kebijakan strategis OJK dalam mendukung pembiayaan sektor perumahan antara lain :
Pertama, Kualitas KPR dapat dinilai hanya berdasarkan ketepatan pembayaran
Sesuai POJK No.40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Demikian dikemukakan Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, M. Ismail R dalam siaran pers-nya diterima redaksi, Selas (14/1/2025).
Lanjut Ismail penetapan kualitas Aset Produktif untuk debitur dengan plafon sampai dengan Rp5 miliar dapat hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga (1 pilar), yang juga berlaku untuk KPR.
Baca Juga : Dukung Kebijakan OJK dalam Pembiayaan Perumahan Khususnya bagi MBR
Perlakuan penilaian kualitas aset tersebut bersifat lebih longgar dibandingkan kredit lainnya dimana bank menilai
dengan 3 pilar (prospek usaha, kinerja debitur, kemampuan membayar).
Kedua, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dapat dikenakan bobot risiko yang rendah dan
ditetapkan secara granular dalam perhitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit (ATMR Kredit).
Sebagaimana SEOJK No.24/SEOJK.03/2021 tentang Perhitungan ATMR untuk
Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar bagi Bank Umum, kredit
untuk properti rumah tinggal dapat dikenakan bobot risiko ATMR Kredit yang
rendah dibandingkan kredit lainnya antara lain kredit kepada korporasi.
Dalam ketentuan tersebut bobot risiko ditetapkan secara granular dengan bobot terendah sebesar 20 persen, berdasarkan Loan To Value (LTV).
Adapun LTV dalam konteks ATMR Kredit dihitung pada setiap posisi akhir bulan
berdasarkan nilai tercatat kredit dibandingkan nilai agunan properti, sehingga dengan adanya pembayaran cicilan kredit dan semakin mendekati jatuh tempo,
akan terjadi penurunan LTV yang diikuti dengan penurunan bobot ATMR kredit.
Dengan demikian, perbankan memiliki ruang permodalan yang lebih besar untuk
menyalurkan KPR selanjutnya.
Ketiga, Untuk mendukung sisi pendanaan kepada pengembang perumahan, larangan
pemberian kredit pengadaan/pengolahan tanah telah dicabut sejak 1 Januari 2023.
OJK telah memberikan keleluasaan bagi pengembang perumahan untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan untuk pengadaan/pengolahan tanah, dimana sebelumnya terdapat larangan pemberian kredit untuk pengadaan/pengolahan tanah, sebagaimana diatur pada POJK
No.44/POJK.03/2017 jo. POJK No.16/POJK.03/2018 tentang Pembatasan
Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum untuk Pengadaan Tanah
dan/atau Pengolahan Tanah.
Dengan dicabutnya larangan tersebut, bank
diiimbau agar lebih menekankan pada penerapan manajemen risiko yang baik.
Selanjutnya, OJK bersama stakeholder terkait akan membahas mengenai dukungan
likuiditas bagi pembiayaan program 3 juta rumah mengingat besarnya kebutuhan
dana yang dibutuhkan untuk program dimaksud, antara lain penyempurnaan skema Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA SP) di Pasar Modal.
Dengan berbagai dukungan kebijakan di atas, diharapkan program Pemerintah untuk
menyediakan 3 juta hunian dapat terlaksana dengan baik.NIA