PALU, PIJARSULAWESI.com- Setelah lebih dari satu tahun terkurung di rumah, masyarakat sudah tak sabar ingin segera bisa beraktivitas di luar rumah. Nampak dari pergerakan masyarakat per tanggal 5 Juni 2021 yang terekam oleh googel di mana terdapat peningkatan mobilitas ke tempat retail dan rekreasi yang aman.
Indikator naiknya mobilitas masyarakat didorong oleh program vaksinasi yang membuat masyarakat lebih percaya diri untuk beraktivitas di luar rumah.
“Meskipun merasa cemas melihat perkembangan kasus Covid-19 gelombang kedua di awal dan pertengahan Juni 2021, kehadiran vaksin telah membuat masyarakat yakin dan merasa lebih aman untuk beraktivitas di luar rumah,” kata Yuswohady dalam bincang virtual bertajuk New Normal Talks: Narasi Bisnis Pascavaksin yang diadakan Telkom Indonesia di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (7/10/2021).
Selain Yuswohady, tampil sebagai narasumber dalam bincang tersebut Senior Vice President (SVP) Corporate Communication and Investor Relation Telkom Ahmad Reza dengan pemandu Sabri Rasyid, AVP Extcomm Telkom.
Keyakinan masyarakat untuk beraktivitas di luar rumah menurut Yuswohady, terutama terlihat pada kecenderungan masyarakat mulai bekerja di kantor, bersekolah, dan berbelanja di pasar tradisional, yang mendapatkan persetujuan tinggi dari responden, yaitu 70 hingga 80 persen.
Secara detail dijelaskan Yuswohady, dari hasil survei yang dilakukan oleh Inventure- Alvara pada semester kedua 2021, mencantumkan tingkat optimisme konsumen berbelanja di pasar tradisional mencapai angka 81 persen.
“Kalau emak-emak mulai berbelanja di pasar tradisional, tentunya akan mendorong geliat ekonomi yang lebih bagus,” katanya.
Tingkat konfiden masyarakat untuk bekerja di kantor secara tatap muka juga mencatat angka di 74 persen. Termasuk sekolah tatap muka mencapai angka 67 persen.
“Meskipun data ini kembali turun drastis saat pemerintah menerapkan PPKM di tanggal 22 Juni sebagai penanganan gelombang ke dua Covid-19. Namun, dengan adanya vaksin menjadi a truly game changer yang mendorong mobilitas masyarakat di luar rumah,” ujarnya.
Dengan kembalinya mobilitas masyarakat di luar rumah lanjutnya, memberi dampak lainnya yaitu preferensi konsumen dalam memilih layanan internet juga mengalami perubahan. Jika sebelumnya, fixed broadband lebih diminati karena masyarakat lebih sering berada di rumah. Namun, dari studi Inventure-Alvara pada semester ke dua 2021, dari 532 responden yang disurvei, menunjukkan 65,2 persen responden lebih memilih untuk meningkatkan paket internet smartphone dibanding fixed broadband (Wifi) karena dirasa lebih mendukung mobilitas. Sisanya, 34,8 persen memilih tidak setuju.
Meskipun begitu, bukan berarti fixed broadband tidak lagi relevan. Dengan adopsi digital yang semakin masif, konsumen tetap membutuhkan fixed broadband untuk koneksi internet yang stabil. baik bagi pemain bisnis fixed broadband maupun paket internet perlu menyiapkan strategi yang matang untuk berebut pasar. Terlebih untuk menghadapi persaingan di era 5G nantinya.
Bagaimana kendala dan tantangannya untuk layanan 5G di Indonesia. Survei yang sama dilakukan oleh Inventure-Alvara pada periode yang sama kata Yuswo Hady, layanan 5G di Indoensia baru hadir di tahun ini dan baru bisa dinikmati di beberapa kota besar Pulau Jawa. “Kalau kehadiran internet 5G di beberapa negara maju seperti Amerika, China smpai Korea Selatan sudah bukan hal yang mengejutkan. Layanan 5G ini sudah bisa mereka nikmati sejak beberapa tahun yang lalu,” katanya.
Ia mengakui provider telekomonikasi yang memiliki layanan 5G pun belum banyak. Provider yang menyadiakan layanan 5G tersebut baru disiapkan oleh tiga provider di antaranya, Telkomsel.
“Pertanyaan besarnya, apakah masyarakat Indonesia sudah siap dengan layanan 5G?” ujarnya.
Studi yang dilakukan Inventure-Alvara menunjukkan sebanyak 68,6 persen dari 532 responden yang diajukan pertanyaan, meresponnya belum membutuhkan internet 5G. Alasannya, internet yang tersedia melalui layanan 4G saat ini sudah mencukupi kebutuhan mereka.
Disisi lain, pemain yang belum banyak dan akses informasi yang minim turut berkontribusi terhadap rendahnya tingkat ketertarikan masyarakat terhadap layanan 5G.
Namun, ke depannya layanan 5G dibutuhkan seiring penggunaan teknologi digital yang telah menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Ditambah di era digital, kekuatan koneksi internet menjadi daya saing negara.
Tantangan selanjutnya bagi provider telekomunikasi yaitu mendorong tingkat ketertarikan konsumen hingga kemudian menciptakan akan layanan 5G. “Growth driver lainnya, yaitu konten sosial media yang didominasi video-content based app di mana membutuhkan koneksi internet yang lebih stabil,” katanya. FIA/PijarSulawesi
Adopsi Digital Semakin Masif, Provider Akan Berebut Pasar
