PALU.PIJARSULTENG.COM – Geolog mengungkap misteri bumi yang terkubur selama puluhan juta tahun. Melalui penelitian mendalam dan pembacaan yang intens pada setiap lapisan batuan sebagai kitab sejarah yang terpendam, geolog berhasil mengungkapkan jejak pergerakan lempeng hingga peristiwa alam yang membentuk wajah bumi. Penemuan batuan sekis biru yang Desa Panjoka Kecamatan Pamona Barat, menjadi bukti sahih yang menunjukkan aktivitas megathrust purba (subduksi) yang diperkirakan berumur lebih dari 20 juta tahun yang lalu.
Terungkapnya batuan sekis biru yang berdampingan dengan sekis hijau di Desa Panjoka ungkap Geolog dari Universitas Teknologi Nanyang, Singapura – Dr Abang Mansyursyah Setyo Nugraha, mengindikasikan adanya subduksi (megathrust) purba. Sekis biru menurut dia hanya dapat terbentuk pada kondisi tekanan tinggi dan temperatur rendah di zona subduksi. Batuan ini diperkirakan membujur hingga ke Sulawesi Tenggara di Pegunungan Mendoke dan Rumbia yang berumur 20,76 juta sampai 0,48 juta tahun atau 29,07 juta tahun hingga 0,54 juta tahun yang lalu.
Singkapan sekis biru di Desa Panjoka memiliki potensi sebagai situs geologi bertaraf internasional. Pasalnya, sekis biru hanya dapat terbentuk pada kondisi khusus tekanan tinggi dan suhu rendah dengan kedalaman 15-30 km di zona subduksi. Ia menjelaskan, zona subduksi atau sekarang dikenal dengan megathrust terjadi Ketika lempeng samudera masuk ke bawah lempeng benua. Kondisi unik di zona ini menyebabkan mineral dalam batuan mengalami metamorphosis dan menghasilkan warna biru khas dari mineral seperti glaukofan.
Menjangkau titik sekis hijau di Desa Panjoka harus melalui jalanan berbatu dan masuk di areal PT Poso Energi, operator PLTA di Kabupaten Poso. Singkapan ini terdapat di pinggir jalan hasil pengerukan alat berat saat pembukaan akses menuju Desa Panjoka. Medannya berbatu namun bisa dilalui kendaraan roda empat. Temuan ini menurut Dr Abang, harus dijaga, sebagai sumber ilmu pengetahuan tentang kebumian. Stefandi Nugraha mahasiswa geologi Universitas Tadulako yang menjadi asisten geologi pada ekspedisi kali ini, mengatakan, ia dan kawan-kawannya kerap melakukan kuliah lapangan di kawasan ini.
SITUS MATA AIR PANTANGOLEMBA
Situs mata air panas Pantangolemba kini cukup populer di kalangan masyarakat masyarakat Poso Pesisir. Sebagai kawasan wisata, tempat ini sudah tersedia permandian dan ditempuh 20 menit dari jalan utama. Tim Ekspedisi Geopark Poso mendatangi kawasan ini pada 12 November 2024. Dr Abang menjelaskan, air keluar dari rekahan batusabak dan batugamping malihan sebagian telah mengalami perubahan akibat proses hidrotermal.
Selain itu, dijumpai pula endapan travertin di sekitar mata air panas sebagai hasil dari pengendapan senyawa kalsium karbonat (CaCO3) yang dibawa oleh air panas. Batuan malihan tersebut menurut dia, kemungkinan termasuk ke dalam kompleks metamorf PSC Pegunungan Tokorondo, Sulawesi Tengah bagian barat yang berumur Kapur Awal. Ir Riska Puspita, M.Eng, Dosen Petrologi dan Geologi Ekonomi Universitas Tadulako, menjelaskan, mata air panas di Pantangolemba, belum serta merta menjelaskan bahwa ada gunung api di sekitar tempat itu. ‘’Di sini tidak ada sejarah gunung api, belum bisa diambil kesimpulan kesana,’’ katanya.
Sementara bagi masyarakat setempat, keberadaan air panas tersebut, diyakini bisa memberikan kesembuhan bagi penderita berbagai penyakit, stroke dan gatal-gatal. Salah satu pemuka adat di Pantangolemba, mengatakan, kerabatnya yang sudah berobat ke berbagai tempat namun tidak sembuh. Orang tersebut disuruh berendam selama enam jam setiap hari selama 7 hari, akhirnya sembuh. Pada kesempatan lain, warga mengantar sesajen di lokasi air panas tersebut karena diyakini mempunyai ‘’penunggu’’ yang bisa menyembuhkan orang sakit. Lokasi air panas ditemukan pada 1960-an. Namun baru kelola sebagai tempat wisata pada beberapa tahun terakhir ini. Sumber air panas disebut Uwe Maramu artinya air yang panas. ***